Writer: fypmedia - Kamis, 04 September 2025
FYPMedia.id – Kontroversi baru kembali mengguncang panggung politik tanah air. Wakil Presiden (wapres) Republik Indonesia periode 2024–2029, Gibran Rakabuming Raka, resmi digugat secara perdata oleh seorang warga bernama Subhan dengan nilai fantastis mencapai Rp125 triliun.
Gugatan ini telah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, dan dijadwalkan sidang perdana pada Senin, 8 September 2025.
Akar Gugatan: Ijazah SMA Dipermasalahkan
Dalam berkas gugatannya, Subhan menuding Gibran tidak memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan resmi di Indonesia. Kuasa hukum Subhan menyebut hal ini melanggar aturan hukum nasional, sehingga pencalonan dan penetapan Gibran sebagai Wakil Presiden dianggap cacat syarat administratif.
"Gibran enggak punya ijazah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,†tegas Subhan dalam keterangannya.
Padahal, menurut data resmi KPU, Gibran tercatat menamatkan pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004) serta melanjutkan ke UTS Insearch, Sydney, Australia (2004–2007).
KPU mengkategorikan sekolah tersebut setara dengan jenjang SMA. Namun, penggugat tetap bersikukuh bahwa kualifikasi pendidikan Gibran tidak memenuhi syarat yang berlaku di Indonesia.
Tuntutan: Rp125 Triliun + Dwangsom Rp100 Juta Per Hari
Dalam petitum gugatannya, Subhan tidak hanya meminta agar status Gibran sebagai Wakil Presiden dinyatakan tidak sah, melainkan juga menuntut ganti rugi material dan imaterial senilai Rp125 triliun.
Jumlah fantastis itu, menurut penggugat, harus dibayarkan secara tanggung renteng oleh Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), lalu disetorkan ke kas negara sebagai kompensasi kerugian rakyat Indonesia.
Tak berhenti di situ, penggugat juga menuntut adanya uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100 juta per hari jika tergugat terlambat menjalankan putusan pengadilan. Bahkan, Subhan meminta agar putusan ini tetap dapat dieksekusi meskipun masih ada upaya hukum banding atau kasasi dari pihak tergugat.
PN Jakpus: Gugatan Sudah Terdaftar Resmi
Juru Bicara II PN Jakarta Pusat, Sunoto, membenarkan bahwa perkara perdata ini telah resmi masuk ke dalam sistem SIPP PN Jakarta Pusat pada Jumat, 29 Agustus 2025. "Gugatan nomor 583/Pdt.G/2025 itu tercatat benar.
Penggugat adalah Subhan, seorang advokat di Jakarta Barat. Tergugat pertama Gibran Rakabuming Raka, tergugat kedua adalah KPU RI,†jelas Sunoto, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, substansi gugatan berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pencalonan Gibran sebagai Wakil Presiden. Karena itu, majelis hakim akan mendalami materi gugatan sebelum menjatuhkan putusan.
Bukan Gugatan Pertama untuk Gibran
Ini bukan kali pertama Gibran berhadapan dengan gugatan hukum. Pada tahun 2024, seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru pernah melayangkan gugatan wanprestasi kepada Gibran.
Almas adalah sosok yang menggugat batas usia capres-cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga akhirnya Gibran bisa maju mendampingi Prabowo Subianto meski belum berusia 40 tahun.
Namun, Almas menilai dirinya tidak mendapatkan apresiasi dari Gibran atas perjuangannya. Ia menuntut ucapan terima kasih secara terbuka melalui media, sekaligus kompensasi sebesar Rp10 juta. Meski begitu, PN Surakarta menolak gugatan tersebut.
Jejak Gugatan Keluarga Jokowi
Kasus hukum juga bukan hal asing bagi keluarga besar Jokowi. Presiden ke-7 RI itu sendiri sempat menghadapi berbagai gugatan, mulai dari tuduhan ijazah palsu hingga kasus mobil Esemka.
Pada 14 April 2025, seorang warga bernama Muhammad Taufiq menggugat Jokowi terkait dugaan ijazah palsu di PN Surakarta, meski akhirnya gugatan tersebut gugur. Sementara itu, pada 9 April 2025, warga bernama Aufaa Luqmana (19) menggugat Jokowi, mantan Wapres Ma'ruf Amin, serta PT Surakarta Manufaktur Kreasi terkait janji produksi massal mobil Esemka. Gugatan itu juga ditolak pengadilan.
Dengan demikian, gugatan terhadap Gibran menambah daftar panjang dinamika hukum yang membelit keluarga Jokowi.
Dampak Politik dan Publikasi Besar-Besaran
Gugatan senilai Rp125 triliun ini sontak menjadi sorotan publik karena nilainya yang sangat fantastis. Angka tersebut bahkan melebihi sejumlah APBD provinsi besar di Indonesia. Publik pun terbelah antara yang menilai gugatan ini terlalu berlebihan dan yang menganggapnya sebagai kritik keras terhadap prosedur politik di Indonesia.
Sejumlah pengamat hukum menilai, perkara ini bisa menjadi ujian serius bagi independensi peradilan. Jika majelis hakim mengabulkan sebagian tuntutan, maka akan ada dampak politik luar biasa terhadap posisi Gibran di pemerintahan.
Menunggu Respons Gibran dan KPU
Hingga berita ini diturunkan, pihak Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) belum memberikan komentar resmi terkait gugatan tersebut. Begitu pula dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ikut terseret sebagai tergugat kedua.
Sementara itu, masyarakat menantikan jalannya persidangan pada 8 September 2025. Sidang perdana diprediksi akan menyedot perhatian media dan publik, mengingat ini adalah gugatan pertama yang langsung mempertanyakan keabsahan posisi seorang Wakil Presiden RI pasca dilantik.
Kontroversi ini menambah daftar panjang dinamika politik pasca Pilpres 2024. Gugatan Rp125 triliun terhadap Wapres Gibran bukan hanya soal dokumen ijazah, melainkan juga menyangkut integritas proses demokrasi dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Apapun hasilnya nanti, persidangan ini dipastikan menjadi salah satu momen krusial dan bersejarah dalam perjalanan hukum Indonesia, sekaligus menguji sejauh mana hukum benar-benar bisa berdiri tegak di atas kepentingan politik.