Writer: fypmedia - Selasa, 14 Mei 2024
FYP Media -Dalam kehidupan, kita sering bertemu dengan berbagai macam perbedaan, mulai dari warna kulit, bahasa, budaya, bahkan agama sekalipun yang menandakan heterogenitas kehidupan dunia. Kehidupan kita sehari-hari sebelum dicampuri oleh kepentingan tertentu -agama, politik, ekonomi- berjalan wajar sebagaimana adanya, tanpa banyak mempertimbangkan apakan ini benah atau salah, bid'ah atau tidak, boleh atau tidak boleh. Sikap toleransi beragama disebut pluralisme Agama.
Tatkala manusia telah memiliki kepentingan -anggaplah kepentingan politik, ideologi, agama dan lainnya- yang mengangkat sampai pada batas "kesadaran" manusia, maka pluralitas yang awalnya dianggap biasa saja, wajar dan alamiah seketika berubah menjadi begitu problematik. Berbagai macam tolak ukur, sudut pandang dan keputusan dapat diambil secara sepihak dengan memperhitungkan keuntungan (maslahat) dari setiap kelompok.{Baca: Dinamika Islam Kultural}
Al-Qur'an tidak pernah luput dalam menanggapi fenomena pluralisme tersebut. Bahwa persatuan dan perpecahan memang terjadi di setiap masa pengutusan nabi. Pernyataan tersebut tidak perlu dianggap begitu serius, bahwa setiap agama memang memiliki keyakinan kebenarannya sendiri (truth claim) yang diyakini oleh pemeluk agamanya.
Dengan menyadari heterogenitas agama yang ada dan dampak yang mungkin timbul dari pada perbedaan tersebut, maka Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia memberikan solusi yang praksis, konstruktif untuk menumbuhkan tenggang rasa dan simpati antara satu dengan yang lain.
Misal dalam surat al An'am ayat 108, bahwa seorang muslim tidak boleh menghina sesembahan agama lain "Janganlah kamu memaki (sesembahan) yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa (dasar) pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.â€
Imam al-Qurthubi dalam tafsir al-Qurthubi menjelaskan bahwa perbuatan menghina sesembahan agama lain hanya akan menjauhkan mereka dari agama Islam, serta bertambahnya kekafiran mereka terhadap Allah Swt. Dalam konteks keindonesiaan dapat kita pahami bahwa bahwa menghina agama lain, tidak akan membuat keimanan mereka runtuh, sebaliknya, mereka akan semakin jauh dan hanya menciptakan ketegangan rasa di antara penganut agama.
Al-Hajj ayat 40, tentang larangan perusakan tempat ibadah agama lain, "…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah…â€
Dijelaskan dalam tafsir al-Qurthubi, bahwa ayat ini menerangkan tentang larangan menghancurkan tempat-tempat ibadah (gereja) ahl dzhimmah (non-muslim yang mendapatkan jaminan keamanan). Demikian bunyi ungkapan tersebut,
تضمÙ