Writer: Raodatul - Senin, 29 Desember 2025 11:09:09
FYPMedia.id - Pemerintah Indonesia kembali memperkuat cengkeraman fiskal di sektor ekonomi digital. Melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, pemerintah secara resmi menunjuk OpenAI OpCo LLC, perusahaan pengembang kecerdasan buatan ChatGPT, sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di Indonesia.
Penunjukan ini menandai babak baru dalam pengelolaan pajak ekonomi digital nasional, seiring meningkatnya konsumsi layanan berbasis teknologi dan kecerdasan buatan oleh masyarakat Indonesia.
“Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan satu pencabutan data pemungut PPN PMSE, yakni Amazon Services Europe S.a.r.l,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli dalam keterangan tertulis, dilansir dari detikcom, Senin (29/12/2025).
Selain OpenAI, dua entitas digital lain yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE pada November 2025 adalah International Bureau of Fiscal Documentation dan Bespin Global.
Dengan tambahan ini, total perusahaan yang ditunjuk pemerintah sebagai pemungut PPN PMSE mencapai 254 entitas hingga akhir November 2025.
Langganan ChatGPT Kena Pajak, Apa Artinya bagi Konsumen?
Masuknya OpenAI dalam daftar pemungut PPN PMSE berarti layanan berbayar ChatGPT resmi dikenakan pajak di Indonesia.
Pemerintah menegaskan bahwa penunjukan ini sejalan dengan prinsip keadilan pajak, di mana pelaku usaha digital asing yang memperoleh manfaat ekonomi dari pasar Indonesia wajib berkontribusi pada penerimaan negara.
Rosmauli menjelaskan bahwa kebijakan ini juga mencerminkan semakin besarnya peran teknologi artificial intelligence (AI) dalam ekosistem ekonomi nasional.
“Penunjukan pemungut PPN PMSE pada perusahaan yang bergerak di bidang artificial intelligence (AI) menunjukkan bahwa ekonomi digital semakin memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, khususnya dalam mendukung penerimaan negara,” ujarnya.
Secara teknis, PPN yang dipungut oleh pelaku PMSE ditetapkan sebesar 11 persen, dengan mekanisme perhitungan berdasarkan nilai transaksi yang dibayarkan konsumen di Indonesia.
Baca Juga: Artificial Intelligence: Kawan atau Lawan?
Penerimaan PPN PMSE Tembus Rp34,54 Triliun
Kinerja pemungutan pajak digital menunjukkan tren yang sangat signifikan. DJP mencatat, dari 254 perusahaan PMSE yang telah ditunjuk, 215 entitas telah aktif melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE.
Hingga November 2025, total penerimaan PPN PMSE telah mencapai Rp34,54 triliun. Angka tersebut berasal dari akumulasi penerimaan selama enam tahun terakhir:
- 2020: Rp731,4 miliar
- 2021: Rp3,9 triliun
- 2022: Rp5,51 triliun
- 2023: Rp6,76 triliun
- 2024: Rp8,44 triliun
- 2025: Rp9,19 triliun
Lonjakan setoran pajak ini menegaskan bahwa ekonomi digital bukan lagi sektor alternatif, melainkan telah menjadi tulang punggung baru penerimaan negara.
Total Pajak Ekonomi Digital RI Capai Rp44,55 Triliun
Tak hanya dari PPN PMSE, penerimaan pajak ekonomi digital juga berasal dari sektor lain seperti kripto, fintech, dan pengadaan pemerintah berbasis digital.
Hingga 30 November 2025, DJP mencatat total penerimaan pajak ekonomi digital mencapai Rp44,55 triliun.
Rinciannya meliputi:
- Pajak aset kripto: Rp1,81 triliun
- Pajak fintech (peer-to-peer lending): Rp4,27 triliun
- Pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP): Rp3,94 triliun
“Realisasi penerimaan pajak digital yang mencapai Rp44,55 triliun mencerminkan semakin besarnya kontribusi ekonomi digital terhadap penerimaan negara,” ujar Rosmauli.
Baca Juga: OpenAI Wajibkan Pengguna ChatGPT 18 Tahun Ke Atas, Ini Alasannya Mengejutkan!
Kripto dan Fintech Jadi Sumber Pajak Baru Negara
Pajak kripto menjadi salah satu sumber penerimaan yang tumbuh pesat. DJP mencatat penerimaan pajak kripto sebesar Rp1,81 triliun, yang berasal dari:
- 2022: Rp 246,45 miliar
- 2023: Rp220,83 miliar
- 2024: Rp620,4 miliar
- 2025: Rp719,61 miliar
Penerimaan tersebut terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp932,06 miliar dan PPN dalam negeri sebesar Rp875,23 miliar.
Sementara itu, pajak dari sektor fintech lending menyumbang Rp 4,27 triliun, dengan komposisi:
- PPh 23: Rp1,17 triliun
- PPh 26: Rp724,5 miliar
- PPN DN: Rp2,37 triliun
OpenAI dan Tantangan Pajak Digital Global
Penunjukan OpenAI sebagai pemungut PPN PMSE juga menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang progresif dalam menata pajak ekonomi digital lintas batas.
Di tengah pesatnya adopsi teknologi AI, pemerintah berupaya memastikan tidak ada kesenjangan fiskal antara pelaku usaha konvensional dan digital.
Kebijakan ini sekaligus mengirim pesan kuat bahwa Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga otoritas yang berdaulat dalam pengaturan ekonomi digital.
Kriteria Perusahaan Digital Wajib Pungut PPN
DJP menegaskan bahwa tidak semua perusahaan digital otomatis ditunjuk sebagai pemungut pajak. Ada kriteria khusus yang harus dipenuhi, antara lain:
- Nilai transaksi di Indonesia lebih dari Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan, dan/atau
- Jumlah pengguna di Indonesia lebih dari 12.000 per tahun atau 1.000 per bulan
Perusahaan yang memenuhi ambang batas tersebut wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN PMSE kepada negara.
Ekonomi Digital Jadi Pilar Fiskal Masa Depan
Dengan masuknya OpenAI ke dalam daftar pemungut pajak digital, pemerintah optimistis penerimaan negara dari sektor ekonomi digital akan terus meningkat.
Langkah ini dinilai krusial untuk menjaga keadilan pajak, memperluas basis penerimaan, serta menyesuaikan kebijakan fiskal dengan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Di tengah dominasi teknologi, kecerdasan buatan, dan platform digital global, Indonesia kini menegaskan satu hal: inovasi boleh berkembang, tetapi kewajiban pajak tetap berjalan.