Writer: Astriyani Sijabat - Sabtu, 25 Oktober 2025
FYP Media.id - Dunia berduka. Ibu Suri Thailand, Sirikit Kitiyakara, yang juga dikenal sebagai mantan Ratu Thailand dan istri mendiang Raja Bhumibol Adulyadej, dikabarkan meninggal dunia pada usia 93 tahun, Sabtu (25/10/2025).
Kabar duka ini dikonfirmasi langsung oleh Biro Rumah Tangga Kerajaan Thailand, menandai berakhirnya salah satu bab paling bersejarah dalam perjalanan monarki modern negeri Gajah Putih.
Akhir Perjalanan Sang Ratu yang Dicintai
Sirikit Kitiyakara sudah lama menjauh dari sorotan publik sejak mengalami stroke pada tahun 2012. Kondisinya yang semakin menurun membuatnya jarang tampil di hadapan rakyat.
Beliau lahir pada tahun 1932, di masa ketika Thailand sedang bertransformasi dari monarki absolut menjadi monarki konstitusional. Masa kecilnya diwarnai oleh disiplin diplomasi — ayahnya, Pangeran Nakkhatra Mangkala Kitiyakara, adalah Duta Besar Thailand untuk Prancis.
"Sirikit adalah simbol keanggunan dan kekuatan perempuan Thailand. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam,†tulis Bangkok Post dalam editorialnya hari ini.
Kisah Cinta dari Paris ke Takhta
Tak banyak yang tahu, kisah cinta Sirikit dan Raja Bhumibol Adulyadej bermula di Paris. Saat remaja, Sirikit belajar musik dan bahasa di ibu kota Prancis itu. Di sanalah ia bertemu dengan pangeran muda Bhumibol, yang kala itu tengah menempuh pendidikan di Swiss.
Dalam film dokumenter BBC, Sirikit sempat berkata,
"Itu kebencian pada pandangan pertama... lalu berubah menjadi cinta.â€
Mereka bertunangan pada tahun 1949 dan menikah setahun kemudian. Sirikit baru berusia 17 tahun, sementara Bhumibol baru saja naik takhta setelah kakaknya, Raja Ananda Mahidol, meninggal dunia secara misterius.
Pernikahan itu menjadi awal dari tujuh dekade kebersamaan yang luar biasa — baik dalam suka maupun duka, di tengah krisis politik maupun kemajuan ekonomi yang membentuk wajah modern Thailand.
Ratu yang Mengubah Citra Monarki
Selama mendampingi Raja Bhumibol, Ratu Sirikit Kitiyakara bukan sekadar permaisuri. Ia adalah ikon budaya dan diplomasi lembut Thailand.
Penampilannya yang selalu elegan, penuh warna dan sarat makna budaya, sering kali membuat media dunia terpesona. Saat kunjungannya ke Amerika Serikat pada 1960, majalah TIME menulis bahwa Sirikit tampak "langsing, lembut, namun penuh kekuatan – seorang feminis sejati di era kerajaan.â€
Koran Prancis L'Aurore bahkan menyebutnya "menawan dan modernâ€, menyandingkannya dengan tokoh-tokoh perempuan dunia seperti Jacqueline Kennedy dan Grace Kelly.
Tak hanya soal gaya, Sirikit juga berkolaborasi dengan desainer Prancis terkenal, Pierre Balmain, untuk menciptakan busana berbahan sutra Thailand, memadukan keindahan tradisi dan modernitas.
Langkah ini bukan hanya memperkenalkan fesyen Thailand ke dunia internasional, tapi juga merevitalisasi industri sutra lokal dan melestarikan teknik tenun tradisional yang hampir punah.
Ratu Rakyat: Dari Istana ke Desa-Desa
Bagi rakyat Thailand, Sirikit bukan hanya simbol kemewahan istana, melainkan ratu yang turun langsung ke lapangan.
Selama lebih dari empat dekade, beliau mendampingi Raja Bhumibol dalam perjalanan ke pelosok desa, mengunjungi masyarakat miskin, dan mengawasi proyek pembangunan pedesaan.
Kunjungan itu disiarkan setiap malam di program Royal Bulletin Thailand, memperlihatkan sosok ratu yang peduli, sabar, dan penuh empati.
"Beliau adalah ibu bagi seluruh rakyat Thailand,†kata salah satu warga Bangkok kepada The Nation. "Kami tumbuh dengan melihat beliau membantu rakyat.â€
Jejak Elegansi yang Tak Terlupakan
Gaya fesyen Ratu Sirikit menjadi warisan tersendiri. Dengan kombinasi warna pastel dan kilau sutra tradisional, ia memperkenalkan Thai Silk Modern Look — perpaduan klasik dan kontemporer yang kini menjadi ikon mode nasional Thailand.
Dalam berbagai kesempatan kenegaraan, penampilannya selalu merefleksikan identitas budaya Thailand yang kaya dan berwibawa. Bahkan, beberapa koleksi busananya kini dipamerkan di Queen Sirikit Museum of Textiles, yang berdiri di dalam kompleks Grand Palace, Bangkok.
Museum itu menjadi bentuk penghormatan atas peran penting beliau dalam melestarikan warisan tekstil Thailand, sekaligus memperkuat posisi perempuan dalam dunia seni dan ekonomi kreatif.
Dari Putri Diplomatik Menjadi Simbol Nasional
Perjalanan hidup Sirikit Kitiyakara mencerminkan perjalanan Thailand itu sendiri: dari negara agraris tradisional menuju kekuatan ekonomi modern Asia Tenggara.
Dari putri duta besar di Paris hingga menjadi Ratu yang memimpin transformasi monarki, Sirikit memainkan peran strategis dalam membangun citra lembut dan stabil Thailand di mata dunia.
Ketika suaminya, Raja Bhumibol Adulyadej, wafat pada tahun 2016, Thailand berkabung nasional selama satu tahun. Saat itu, Sirikit diberi gelar Ibu Suri (Queen Mother) dan tetap dihormati sebagai sosok kebangsaan yang penuh kharisma.
Kini, kepergiannya menutup satu era keemasan dalam sejarah monarki Thailand.
Upacara Pemakaman Negara
Menurut laporan Biro Rumah Tangga Kerajaan, jenazah Ibu Suri akan disemayamkan di Istana Dusit, Bangkok, sebelum dimakamkan secara kenegaraan.
Rakyat Thailand diizinkan datang untuk memberikan penghormatan terakhir. Ribuan warga telah berkumpul di sekitar Grand Palace sejak pagi, membawa bunga melati — simbol kemurnian dan kasih seorang ibu.
Pemerintah juga mengumumkan masa berkabung nasional selama 30 hari, di mana bendera nasional dikibarkan setengah tiang di seluruh penjuru negeri.
Warisan Abadi: Kasih, Kecantikan, dan Kekuatan
Sirikit Kitiyakara tidak hanya meninggalkan jejak sebagai ratu paling berpengaruh di Asia, tetapi juga sebagai sosok perempuan yang menginspirasi lintas generasi.
Warisan beliau mencakup:
-
Pelestarian budaya dan tekstil Thailand.
-
Pemberdayaan perempuan pedesaan.
-
Proyek sosial dan kemanusiaan.
-
Diplomasi budaya yang memperkuat citra Thailand.
"Dari desa terpencil hingga istana megah, kasih beliau sama besarnya. Ratu Sirikit adalah cahaya bagi bangsanya,†ujar Perdana Menteri Thailand dalam pernyataan resminya.
Penutup: Akhir Era, Awal Kenangan
Kepergian Sirikit Kitiyakara menandai berakhirnya generasi terakhir monarki klasik Thailand. Bersama mendiang Raja Bhumibol, beliau menjadi simbol kestabilan, kebijaksanaan, dan kasih sayang yang menjaga persatuan rakyat di tengah badai politik.
Kini, dunia mengenangnya sebagai "Ratu Sutra Thailandâ€, "Ibu Bangsaâ€, dan "Sang Inspirasi Asia.â€
"Bangsa ini kehilangan seorang ibu,†tulis headline harian Matichon hari ini.
Selamat jalan, Ratu Sirikit Kitiyakara (1932–2025).
Warisan kasih dan keanggunanmu akan tetap hidup dalam setiap tenunan sutra Thailand, dalam setiap hati rakyatmu.