Writer: Raodatul - Senin, 29 Desember 2025 08:00:00
FYPMedia.id - Tahun 2025 menjadi periode penuh tantangan bagi industri perbankan nasional, khususnya sektor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak tujuh bank resmi dinyatakan bangkrut atau dicabut izin usahanya sepanjang tahun ini.
Seluruh bank tersebut berasal dari kelompok BPR dan BPRS, yang selama ini berperan penting dalam mendukung pembiayaan ekonomi daerah.
Pencabutan izin usaha dilakukan setelah bank-bank tersebut dinilai tidak mampu memperbaiki kondisi keuangannya, meski telah mendapatkan pembinaan dan pengawasan intensif dari otoritas.
Langkah ini menegaskan komitmen regulator dalam menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus melindungi kepentingan nasabah.
OJK menegaskan bahwa pencabutan izin usaha bukan keputusan yang diambil secara tergesa-gesa.
Kebijakan ini menjadi langkah terakhir apabila bank gagal memenuhi ketentuan permodalan minimum, tata kelola, serta likuiditas sesuai regulasi yang berlaku.
LPS Pastikan Simpanan Nasabah Tetap Aman
Setelah izin usaha bank dicabut, penanganan selanjutnya berada di bawah kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
LPS memastikan simpanan nasabah tetap dijamin sesuai ketentuan, selama memenuhi persyaratan penjaminan yang berlaku.
Nasabah diimbau untuk tetap tenang dan mengikuti seluruh proses klaim yang diumumkan secara resmi oleh LPS.
Skema penjaminan ini menjadi fondasi penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan nasional, khususnya di tengah isu kebangkrutan bank.
Baca Juga: Bank Indonesia Cabut 13 Uang Kertas: Ini Alasannya dan Langkah yang Perlu Anda Ambil
Daftar Lengkap 7 Bank yang Bangkrut Sepanjang 2025
Berikut tujuh bank yang izin usahanya dicabut sepanjang tahun 2025:
- BPR Bumi Pendawa Raharja: Jalan Raya Cipanas No. 37, Komplek Ruko Pendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
- BPR Nagajayaraya Sentrasentosa: Jalan P.B. Sudirman No. 85, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
- BPR Artha Kramat: Jalan Raya Munjungagung Nomor 28, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
- BPR Syariah Gayo Perseroda: Jalan Mahkamah No. 151, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.
- BPRS Gebu Prima: Jalan AR Hakim/Jalan Bakti Nomor 139, Kota Medan, Sumatera Utara.
- BPR Dwicahaya Nusaperkasa: Jalan Sukarno Nomor 199, Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur.
- BPR Disky Surya Jaya: Jalan Medan–Binjai Km 14,6, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Fenomena Unik: BPR Minta Ditutup Secara Sukarela
Menariknya, tahun 2025 juga mencatat fenomena yang relatif jarang terjadi di industri perbankan nasional. Dua BPR memilih mengajukan likuidasi secara sukarela (self liquidation), yakni BPR Artha Kramat dan BPR Nagajayaraya Sentrasentosa.
Pada 24 Oktober 2025, OJK mengumumkan pencabutan izin usaha BPR Artha Kramat atas permintaan pemegang saham. Keputusan ini diambil karena pemilik ingin memfokuskan pengembangan pada BPR lain dalam grup usaha yang sama.
Hanya berselang lima hari, OJK kembali mencabut izin usaha BPR Nagajayaraya Sentrasentosa, juga atas permintaan sukarela pemegang saham. Alasan utamanya adalah belum terpenuhinya modal inti minimum sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku.
Dilansir dari CNBC Indonesia, Minggu (28/12/2025), Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menilai langkah tersebut sebagai bagian dari proses normal dalam penataan industri.
"Kami melihatnya bahwa ini merupakan permintaan self-liquidation ini bagai proses yang normal dan justru bagian dari penataan dan konsolidasi industri BPR," ujarnya saat Konferensi Pers KSSK di Gedung Bank Indonesia, Senin (3/11/2025).
Baca Juga: BI Pertahankan Suku Bunga 4,75 Persen, Fokus Jaga Rupiah dan Stabilitas Ekonomi
Konsolidasi Jadi Strategi Bertahan Industri BPR
Seiring dengan penutupan sejumlah BPR, OJK secara aktif mendorong konsolidasi besar-besaran di sektor perbankan rakyat. Tujuannya jelas: menciptakan BPR yang lebih kuat, efisien, dan tahan terhadap guncangan ekonomi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, bahkan memperkirakan jumlah BPR dan BPRS ke depan dapat menyusut hingga tersisa sekitar 1.000 bank.
"Karena itu BPR kan sekarang konsolidasinya sangat rame ya. Sedang besar-besaran dari BPR melakukan konsolidasi itu," katanya di Jakarta.
Menurut Dian, penguatan struktur permodalan, manajemen risiko, dan tata kelola menjadi kunci utama agar BPR mampu bersaing dan menjalankan fungsi intermediasi secara sehat.
"Kalau tidak dibenahi, tidak diperkuat dari semua aspeknya, risk management, governance, itu malah repot," jelasnya.
Merger Besar Perkuat Struktur Perbankan Daerah
Sepanjang 2025, tercatat setidaknya dua aksi merger besar di sektor BPR. Empat BPR di Jawa Tengah resmi melebur dengan PT BPR Bina Sejahtera Insani sebagai entitas bertahan pada Agustus 2025.
Selain itu, transformasi besar juga terjadi di sektor perbankan syariah. Bank Syariah Matahari resmi memperoleh izin operasional OJK pada Juni 2025, menjadi langkah strategis konsolidasi 17 BPRS milik Muhammadiyah.
"Satu yang jadi magnet. Jadi satu itu yang ditransformasi menjadi bank," ungkap Mukhaer Pakkanna dari PP Muhammadiyah.
Penutupan Bank Jadi Alarm Dini, Bukan Krisis Sistemik
Meski istilah “bank bangkrut” kerap memicu kekhawatiran, OJK menegaskan bahwa kejadian sepanjang 2025 bukan krisis sistemik.
Justru, langkah ini mencerminkan penguatan pengawasan dan disiplin pasar demi menciptakan sistem perbankan yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Dengan pengawasan ketat, jaminan LPS, serta konsolidasi yang terarah, industri perbankan Indonesia diharapkan mampu tumbuh lebih solid dan adaptif menghadapi tantangan ke depan.