Writer: Astriyani Sijabat - Sabtu, 25 Oktober 2025
FYP Media.id - Konsumsi daging anjing dan kucing bukan sekadar isu etika, tapi ancaman serius bagi kesehatan dan keselamatan manusia. Epidemiolog memperingatkan, ada lima dampak mematikan dari kebiasaan ekstrem ini.
Peringatan itu sejalan dengan langkah tegas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang segera menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) larangan konsumsi daging anjing dan kucing — keputusan yang akan menjadi tonggak penting dalam perlindungan kesehatan publik dan kesejahteraan hewan.
"Konsumsi daging anjing dan kucing ini berpotensi terhadap penularan berbagai penyakit infeksi menular, bahkan mematikan,†tegas Dicky Budiman, epidemiolog Universitas Griffith, dikutip Rabu (22/10/2025).
Simak penjelasan lengkap lima dampak fatal berikut agar masyarakat sadar, bahwa "sekali gigitan†bisa membawa petaka.
1. Rabies: Virus Paling Mematikan di Dunia
Zoonosis — yaitu penularan penyakit dari hewan ke manusia — menjadi ancaman terbesar dari konsumsi daging anjing dan kucing.
Menurut Dicky, virus rabies hidup di air liur hewan yang terinfeksi, dan risiko penularan terjadi bahkan sebelum dagingnya dimakan. Saat proses penyembelihan, gigitan, luka, atau percikan darah dapat menularkan virus secara langsung.
"Virus rabies ini sangat mematikan bila tidak segera ditangani. Risiko tertinggi justru saat proses pemotongan, bukan hanya pada saat konsumsi,†ujar Dicky.
Rabies memiliki tingkat kematian hampir 100% jika tidak diobati segera. Setiap tahun, ribuan orang di Asia meninggal akibat rabies, dan sebagian besar berasal dari gigitan anjing terinfeksi.
Mengerikan, bukan? Itulah alasan kuat mengapa larangan konsumsi daging anjing sangat mendesak untuk ditegakkan.
2. Infeksi Parasit (Helmintiasis) dan Cacing Berbahaya
Dampak kedua yang tak kalah mengerikan adalah infeksi parasit seperti helminthiasis. Daging anjing dan kucing berpotensi mengandung telur cacing dan larva berbahaya yang tidak mati hanya dengan dimasak biasa.
Beberapa parasit yang sering ditemukan antara lain:
-
Toxocara (penyebab gangguan saraf dan hati),
-
Echinococcus (dapat menimbulkan kista di organ vital),
-
Trichinella (menyerang otot dan sistem saraf), serta
-
Sarcocystis (menyebabkan kerusakan jaringan dan pencernaan).
"Daging anjing dan kucing bisa membawa parasit yang memicu gangguan pencernaan, penyakit hati, dan bahkan kerusakan otak,†jelas Dicky.
Selain sulit dideteksi, infeksi parasit ini dapat menetap lama dalam tubuh dan menyebabkan komplikasi kronis.
3. Bakteri Patogen: Dari Salmonella Hingga Staphylococcus
Masalah lain yang sering diabaikan adalah infeksi bakteri berbahaya yang terdapat pada daging hewan karnivora.
Bakteri seperti Salmonella, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus bisa berkembang biak cepat pada daging yang tidak disimpan dengan benar — sesuatu yang umum dalam rantai pasok daging anjing dan kucing.
Infeksi bakteri tersebut dapat menyebabkan:
-
Keracunan makanan akut,
-
Diare berdarah,
-
Demam tinggi,
-
Gangguan ginjal, bahkan kegagalan organ pada kasus berat.
"Proses penyembelihan yang tidak higienis membuat risiko kontaminasi silang sangat tinggi. Inilah bom waktu bagi kesehatan masyarakat,†tegas Dicky.
4. Potensi Munculnya Virus Baru (Emerging Virus)
Inilah risiko paling menakutkan: kemunculan virus baru dari daging anjing dan kucing.
Menurut para ahli, hewan karnivora seperti anjing dan kucing dapat menjadi reservoir alami bagi virus berbahaya. Dalam kondisi tertentu, virus itu dapat bermutasi dan menular ke manusia, seperti halnya coronavirus atau paramyxovirus yang pernah memicu pandemi global.
"Ada potensi munculnya virus baru karena anjing dan kucing berperan sebagai host bagi virus yang bisa bermutasi,†kata Dicky.
Dengan kata lain, makan daging anjing dan kucing bukan hanya soal moral — tapi bisa jadi pemicu pandemi berikutnya.
5. Rantai Pasok Tak Aman & Risiko Sanitasi
Dari sisi epidemiologi, daging anjing dan kucing tidak berasal dari rantai pasok resmi di bawah pengawasan otoritas veteriner. Itu artinya, tidak ada pemeriksaan antemortem maupun postmortem, sehingga kondisi hewan sebelum dan sesudah disembelih tidak diketahui.
Tak ada jaminan kebersihan, suhu penyimpanan, atau standar cold chain (rantai dingin) yang menjaga daging tetap higienis.
"Daging anjing dan kucing biasanya dijual di pasar tradisional tanpa pengawasan sanitasi dan berisiko tinggi menyebabkan kontaminasi silang,†ujar Dicky memperingatkan.
Kondisi itu memperbesar kemungkinan munculnya penyakit zoonosis, seperti kolera, leptospirosis, atau bahkan infeksi jamur sistemik.
Pemerintah DKI Siap Larang Makan Daging Anjing & Kucing
Langkah cepat datang dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Gubernur Pramono Anung memastikan bahwa Pergub larangan konsumsi daging anjing dan kucing akan terbit dalam waktu satu bulan.
"Kami sudah rapat khusus dan saya putuskan, Pergub anjing dan kucing segera kita keluarkan sesuai janji saya satu bulan,†ujar Pramono di Balai Kota, Rabu (22/10/2025).
Pergub ini akan menjadi pijakan hukum baru dalam menegakkan Undang-Undang Pangan Tahun 2012 yang jelas melarang konsumsi daging anjing dan kucing karena tidak termasuk dalam daftar bahan pangan layak konsumsi manusia.
"Ini bukan hanya soal hewan peliharaan, tapi juga soal kesehatan publik dan keamanan pangan,†tegasnya.
Dukungan Publik & Dampak Positif
Kebijakan ini disambut baik oleh pecinta hewan dan aktivis kesehatan masyarakat. Komunitas Dog Meat Free Indonesia (DMFI) menyebut langkah Pemprov DKI sebagai "terobosan bersejarah†menuju Jakarta bebas perdagangan daging anjing dan kucing.
Selain menyelamatkan ribuan hewan dari penyiksaan, aturan ini juga melindungi masyarakat dari risiko epidemi yang berawal dari rantai pasok ilegal daging hewan peliharaan.
Jika Pergub ini diterapkan efektif, Jakarta bisa menjadi kota pertama di Indonesia yang melarang total konsumsi daging anjing dan kucing — langkah yang sejalan dengan tren global di negara-negara seperti Korea Selatan, Filipina, dan Taiwan.
Data Penting yang Harus Kamu Tahu
-
WHO mencatat lebih dari 59.000 orang meninggal setiap tahun akibat rabies — 95% di antaranya di Asia dan Afrika.
-
Menurut laporan DMFI 2024, lebih dari 1 juta anjing dibunuh setiap tahun di Indonesia untuk dikonsumsi.
-
Sebagian besar perdagangan dilakukan tanpa pengawasan medis dan sanitasi.
-
Penelitian LIPI 2023 menunjukkan bahwa 4 dari 10 sampel daging anjing di pasar tradisional terkontaminasi bakteri zoonosis.
Mengapa Pergub Ini Penting
-
Menyelamatkan nyawa manusia dari ancaman rabies dan infeksi parasit.
-
Mencegah pandemi baru dari virus zoonosis.
-
Melindungi hewan peliharaan dari perdagangan ilegal.
-
Menegakkan hukum pangan nasional.
-
Membangun citra Jakarta sebagai kota beradab dan beretika.
Penutup: Saatnya Jakarta Jadi Contoh
Konsumsi daging anjing dan kucing bukanlah tradisi, melainkan ancaman nyata bagi kesehatan dan moralitas manusia modern. Dengan terbitnya Pergub baru ini, Jakarta akan menjadi pelopor kota besar yang berani menegakkan hukum demi kemanusiaan, kesehatan, dan kasih sayang terhadap hewan.
"Semoga Pergub ini membawa manfaat, melindungi masyarakat sekaligus hewan peliharaan kita,†pungkas Gubernur Pramono Anung.
Kini saatnya masyarakat berhenti menormalisasi praktik berbahaya ini. Karena satu hal pasti: makan daging anjing dan kucing bukan hanya kejam — tapi bisa mematikan.