Writer: Astriyani Sijabat - Senin, 20 Oktober 2025
FYP Media.id - Kasus seputar Lisa Mariana ("LMâ€) sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik Ridwan Kamil ("RKâ€) kini memasuki babak krusial. Berikut rangkuman mendalam yang menyajikan fakta‑terbaru, analisis, serta implikasi hukumnya secara komprehensif.
1. Laporan Resmi ke Polisi
Pada 11 April 2025, Ridwan Kamil secara resmi melaporkan Lisa Mariana ke Bareskrim Polri (Direktorat Tindak Pidana Siber) atas dugaan pencemaran nama baik serta manipulasi dokumen elektronik. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/174/IV/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI.
Dalam pengajuan laporan, kuasa hukum RK menyebut bahwa tuduhan LM terhadap kliennya—termasuk klaim bahwa RK memiliki anak—merupakan perbuatan melawan hukum dan merugikan nama baik RK.
Dari sisi teknologi dan hukum, perkara ini melibatkan unsur digital (unggahan media sosial) sehingga masuk ranah UU ITE.
2. Pemicu Perseteruan: Unggahan Instagram
Ketegangan bermula ketika pada 26 Maret 2025, Lisa Mariana mengunggah tangkapan layar (screenshot) percakapan pribadi yang disebut‑sebut melibatkan Ridwan Kamil melalui akun Instagram‑nya. Dalam unggahan tersebut, LM menyatakan bahwa ia sedang mengandung anak dari RK serta mencoba menghubungi RK berulang kali.
Tindakan pengunggahan ini kemudian dianggap oleh pihak pelapor sebagai penyebaran informasi tanpa fakta yang jelas, yang merugikan reputasi RK.
3. Penetapan Status Tersangka
Setelah proses gelar perkara, Bareskrim Polri menetapkan Lisa Mariana sebagai tersangka dalam kasus ini. Pengumuman resmi dilakukan pada 19 Oktober 2025.
Pemeriksaan sebagai tersangka dijadwalkan pada hari Senin, 20 Oktober 2025 pukul 11.00 WIB.
Kasubdit I, Dittipidsiber Bareskrim, Kombes Pol Rizki Agung Prakoso menyatakan pemanggilan sudah dilakukan melalui surat yang diterima LM pada malam Jumat sebelumnya.
4. Hasil Tes DNA: Anak LM, Bukan RK
Dalam proses penyidikan, dilakukan pemeriksaan DNA antara CA (putri berinisial CA dari LM), LM, dan RK.
Hasilnya: separuh profil DNA CA cocok dengan LM, namun tidak cocok dengan RK. Dengan kata lain, secara ilmiah terbukti bahwa CA adalah anak biologis LM, bukan anak biologis RK.
Kenyataan ini menjadi bukti penting dalam perkara, sekaligus menjadi diskusi publik mengenai akurasi tuduhan dan bukti yang diajukan.
5. Penolakan Damai oleh RK
Meski fasilitas mediasi disediakan berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8/2021, pihak RK memilih untuk tidak berdamai dan melanjutkan proses hukum hingga tuntas.
Menurut kuasa hukum RK, pencemaran nama baik yang dilakukan LM berdampak sangat signifikan sehingga harus ada efek jera demi menjaga reputasi kliennya.
6. Gugatan Balik dan Permintaan Ganti Rugi
Tak hanya pidana, RK juga menempuh jalur perdata dengan menggugat balik LM senilai Rp 105 miliar atas ganti rugi materiil dan immateriil.
Dalam dokumen gugatan rekonvensi (Perkara No. 184/Pdt.G/2025/PN.Bdg), disebutkan bahwa LM telah melakukan "kampanye penghancuran reputasi secara masif†terhadap RK.
7. Proses Hukum dan Langkah Penyelidikan
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dan ahli — termasuk ahli bahasa, ahli ITE, dan ahli hukum pidana — terkait kasus ini.
Barang bukti yang disita di antaranya dokumen elektronik, sampel suara pelapor, serta dokumen surat lainnya.
Penyidik pun menegaskan bahwa penetapan tersangka LM sudah memenuhi unsur pidana dalam dugaan pencemaran nama baik sesuai UU ITE.
8. Implikasi Hukum & Keamanan Digital
Kasus ini menjadi sorotan karena dua hal: pertama, penggunaan media sosial sebagai sarana unggahan yang memicu proses hukum; dan kedua, penerapan UU ITE dalam konteks pencemaran nama baik.
Pengguna media sosial perlu menyadari bahwa unggahan yang mengandung klaim hubungan pribadi, anak, atau kehamilan tanpa bukti konkret bisa menimbulkan risiko hukum.
Dari sisi hukum, penyidik menggunakan tes DNA sebagai bukti ilmiah yang krusial dalam kasus semacam ini — menegaskan bahwa data genetik kini berperan penting dalam sengketa reputasi di ranah publik.
9. Dampak Publikasi dan Reputasi
Unggahan LM yang viral telah memicu spekulasi luas di jagat sosial media. Meski LM sendiri menyatakan yakin "1.000 persen†bahwa CA adalah anak RK, hasil DNA menunjukkan sebaliknya.
Untuk RK, sebagai publik figur dan mantan gubernur Jawa Barat, dampak reputasinya menjadi sangat besar—hal inilah yang mendorong langkah hukum tegas agar efek jera tercipta.
Sementara bagi LM, kasus ini menjadi ujian besar: dari status selebgram dengan popularitas tinggi, kini dia menghadapi proses pidana dan perdata yang kompleks — pembayaran ganti rugi yang besar, serta risiko pidana atas pencemaran nama baik.
10. Tahapan Selanjutnya yang Harus Dipantau
-
Pemeriksaan tersangka LM pada Senin yang dijadwalkan pukul 11.00 WIB.
-
Proses persidangan perdata di PN Bandung terkait gugatan Rp 105 miliar.
-
Keputusan pengadilan pidana terhadap LM jika terbukti melanggar pasal pencemaran nama baik dan UU ITE.
-
Respons LM atas tuntutan ganti rugi dan apakah akan melakukan banding atau mediasi.
-
Potensi preseden hukum terkait penggunaan media sosial dan uprosedur penegakan hukum atas unggahan yang merugikan reputasi publik figur.
Penutup
Kasus ini mempertemukan dua sisi: hak publik figur untuk menjaga reputasi dan hak individu untuk menyampaikan keterangan — namun ketika klaim dan unggahan tanpa bukti menjadi viral, batas antara kebebasan berekspresi dan pelanggaran hukum dapat rapuh.
Di era digital ini, unggahan sekali-kirim dapat menimbulkan efek hukum jangka panjang. Bagi publik, kasus LM vs RK menjadi pengingat bahwa kebenaran fakta dan bukti ilmiah (seperti tes DNA) menjadi fondasi utama dalam sengketa reputasi.