FYP
Media
Memuat Halaman...
0%
Jangan Asal Telan! Deretan Obat dan Bahan Ini Berbahaya Jika Dikonsumsi Jangka Panjang Tanpa Resep Dokter

News

Jangan Asal Telan! Deretan Obat dan Bahan Ini Berbahaya Jika Dikonsumsi Jangka Panjang Tanpa Resep Dokter

Writer: Ami Fatimatuz Zahro - Senin, 29 Desember 2025 08:00:00

Jangan Asal Telan! Deretan Obat dan Bahan Ini Berbahaya Jika Dikonsumsi Jangka Panjang Tanpa Resep Dokter
Sumber gambar: Sumber gambar: freepik

FYPMedia - Kebiasaan swamedikasi atau mengobati diri sendiri sudah menjadi hal lumrah di kalangan masyarakat Indonesia. Merasa sakit sedikit, langsung lari ke apotek atau warung untuk membeli obat bebas. Jika gejala mereda, obat tersebut sering kali dianggap "cocok" dan terus dikonsumsi secara rutin, bahkan ketika gejala sebenarnya sudah hilang atau berubah.

Kemudahan akses terhadap obat-obatan memang membantu penanganan pertama pada penyakit ringan. Namun, para ahli kesehatan memperingatkan adanya bahaya tersembunyi di balik konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu lama (kronis) tanpa pengawasan dokter.

Alih-alih menyembuhkan, penggunaan jangka panjang yang tidak tepat justru bisa memicu kerusakan organ vital yang permanen, mulai dari pendarahan lambung hingga gagal ginjal.

Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa label "dijual bebas" tidak menjamin keamanan mutlak untuk penggunaan durasi panjang. Berikut adalah daftar jenis obat dan bahan aktif yang memerlukan kewaspadaan ekstra jika digunakan terus-menerus.

1. Obat Anti-Nyeri (NSAID)

Kelompok Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) seperti Ibuprofen, Asam Mefenamat, Natrium Diklofenak, dan Aspirin adalah "juara" obat yang paling sering dibeli masyarakat untuk mengatasi sakit gigi, nyeri sendi, atau sakit kepala.

Meskipun efektif meredakan nyeri dan peradangan, penggunaan NSAID setiap hari dalam jangka panjang sangat berisiko. Secara mekanisme, obat ini menghambat enzim yang melindungi lapisan lambung.

Baca juga: 7 Alasan Diet Mediterania Dinobatkan Sebagai Diet Terbaik di 2025

  • Risiko: Penggunaan kronis dapat menyebabkan iritasi lambung, tukak lambung, hingga pendarahan saluran cerna (gastrointestinal bleeding). Lebih parah lagi, NSAID membatasi aliran darah ke ginjal. Pemakaian jangka panjang tanpa jeda adalah salah satu penyebab utama penyakit ginjal kronis (CKD) dan gagal ginjal, serta meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

2. Obat Kortikosteroid (Steroid)

Sering dijuluki sebagai "obat dewa" karena kemampuannya meredakan berbagai jenis peradangan dengan cepat, mulai dari asma, alergi, hingga nyeri sendi. Contoh obat ini adalah Dexamethasone, Methylprednisolone, dan Prednisone.

Di Indonesia, steroid sering disalahgunakan, bahkan dicampur secara ilegal ke dalam jamu pegal linu (jamu kimia).

  • Risiko: Penggunaan steroid jangka panjang (lebih dari 2 minggu) tanpa tapering off (penurunan dosis bertahap) oleh dokter sangat berbahaya. Efek sampingnya meliputi Moon Face (wajah membengkak), osteoporosis (tulang keropos), hipertensi, hingga memicu diabetes tipe 2. Selain itu, steroid menekan sistem imun, membuat tubuh lebih rentan terhadap infeksi parah, serta dapat menyebabkan insufisiensi adrenal—kondisi di mana tubuh berhenti memproduksi hormon kortisol alami.

3. Obat Maag Golongan PPI (Proton Pump Inhibitors)

Penderita GERD atau asam lambung kronis pasti akrab dengan obat golongan ini, seperti Omeprazole dan Lansoprazole. Obat ini bekerja dengan cara memblokir produksi asam di lambung. Banyak orang merasa nyaman dan akhirnya mengonsumsinya setiap hari selama bertahun-tahun tanpa evaluasi ulang.

  • Risiko: Asam lambung sejatinya memiliki fungsi membunuh bakteri dan membantu penyerapan nutrisi. Menekan asam lambung terlalu lama dikaitkan dengan risiko malabsorpsi kalsium (menyebabkan tulang rapuh/patah tulang), kekurangan Vitamin B12, dan magnesium. Beberapa studi terbaru juga menunjukkan korelasi antara penggunaan PPI jangka panjang dengan peningkatan risiko penyakit ginjal kronis.

4. Obat Tetes Hidung (Dekongestan Nasal)

Saat hidung tersumbat karena flu, semprotan atau tetes hidung yang mengandung Oxymetazoline atau Xylometazoline terasa seperti keajaiban karena melegakan napas dalam hitungan detik.

  • Risiko: Ini adalah contoh klasik obat yang tidak boleh dipakai lebih dari 3-5 hari. Penggunaan jangka panjang justru menyebabkan efek rebound congestion atau Rhinitis Medicamentosa. Artinya, hidung kita akan menjadi jauh lebih tersumbat daripada sebelumnya saat efek obat habis, memaksa menggunakan obat tersebut lagi dan lagi dalam siklus ketergantungan yang merusak jaringan mukosa hidung.

5. Obat Pencahar (Laksatif)

Bagi mereka yang mendambakan perut rata atau mengalami sembelit kronis, obat pencahar stimulan (seperti yang mengandung Bisacodyl atau bahan herbal Senna) sering dikonsumsi harian.

  • Risiko: Penggunaan jangka panjang menyebabkan "usus malas" (lazy bowel syndrome). Usus kehilangan kemampuan alaminya untuk berkontraksi (peristaltik), sehingga kita tidak bisa buang air besar sama sekali tanpa bantuan obat. Selain itu, hal ini memicu ketidakseimbangan elektrolit yang berbahaya bagi fungsi jantung.

6. Suplemen Vitamin Tertentu

Anggapan bahwa "vitamin pasti sehat" adalah keliru jika dikonsumsi berlebihan. Vitamin larut lemak, yakni Vitamin A, D, E, dan K, dapat menumpuk di dalam tubuh dan menjadi racun (toksisitas) jika dikonsumsi dalam dosis tinggi untuk waktu lama.

Baca juga: 7 Tips Jitu Memilih Obat Aman di Apotek

  • Risiko: Kelebihan Vitamin A dapat menyebabkan kerusakan hati dan tulang. Kelebihan Vitamin D dalam jangka panjang bisa menyebabkan penumpukan kalsium dalam darah (hiperkalsemia) yang merusak ginjal dan jantung.

Pentingnya Konsultasi Medis

Tubuh manusia memiliki toleransi yang berbeda-beda. Apa yang aman bagi seseorang selama sebulan, bisa jadi merusak ginjal dalam dua minggu jika kita memiliki kondisi penyerta (komorbid).

Masyarakat diimbau untuk selalu membaca aturan pakai pada kemasan. Jika gejala penyakit tidak membaik dalam 3 hari, atau jika merasa perlu mengonsumsi obat tertentu setiap hari selama lebih dari dua minggu, wajib berkonsultasi dengan dokter. Jangan biarkan "obat warung" menjadi pembunuh senyap bagi organ tubuh kita.


 

Mau Diskusi Project Baru?

Contact Us