Writer: Raodatul - Kamis, 13 November 2025
FYPMedia.id — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat pemerintahannya terhadap keadilan dan perlindungan bagi tenaga pendidik.
Usai kembali dari kunjungan kenegaraan di Australia pada Kamis (13/11/2025), Prabowo langsung menandatangani surat rehabilitasi bagi dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Abdul Muis dan Rasnal, yang sebelumnya dipecat setelah dinyatakan bersalah dalam kasus yang menuai sorotan publik.
Langkah cepat Presiden ini menjadi simbol nyata keberpihakan negara terhadap dunia pendidikan, sekaligus pemulihan harkat dan martabat guru di tengah dinamika birokrasi dan hukum yang sempat mencederai rasa keadilan publik.
“Barusan saja Bapak Presiden sudah menandatangani surat rehabilitasi kepada Pak Rasnal dan Pak Abdul Muis, guru SMA yang dari Luwu Utara,” kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, mengutip keterangannya, Kamis (13/11/2025).
Langkah Cepat Presiden: Keputusan di Pangkalan Halim
Keputusan itu diambil langsung oleh Prabowo setibanya di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 01.30 WIB, tak lama setelah pesawat kepresidenan mendarat dari Australia.
Dalam kesempatan itu, Presiden disambut oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta Kepala Badan Komunikasi Pemerintah Angga Raka Prabowo.
Sufmi Dasco menjelaskan bahwa rehabilitasi yang diberikan Presiden tidak hanya mengembalikan posisi dan hak-hak dua guru tersebut, tetapi juga memulihkan nama baik, harkat, dan martabat mereka sebagai pendidik yang telah lama memperjuangkan nasib guru honorer.
“Dengan diberikannya rehabilitasi, dipulihkan nama baik, harkat martabat, serta hak-hak kedua guru ini. Semoga berkah, demikian,” ujar Dasco.
Koordinasi Intensif Selama Satu Pekan
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menuturkan bahwa keputusan Presiden merupakan hasil dari koordinasi intensif lintas lembaga selama satu minggu terakhir.
Permohonan resmi untuk pemulihan nama baik kedua guru telah diajukan oleh masyarakat, DPRD Sulawesi Selatan, dan DPR RI, hingga akhirnya sampai ke meja Presiden.
“Kami pemerintah mendapatkan informasi dan permohonan yang secara berjenjang dari masyarakat, baik langsung maupun melalui lembaga legislatif dari tingkat provinsi. Kami kemudian berkoordinasi selama satu minggu terakhir dan meminta petunjuk kepada Bapak Presiden, hingga beliau memutuskan untuk menggunakan haknya memberikan rehabilitasi kepada dua guru dari SMA 1 Luwu Utara,” jelas Prasetyo Hadi.
Keputusan ini, lanjutnya, mencerminkan penghargaan mendalam Presiden terhadap dedikasi para guru, yang disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dan ujung tombak pendidikan bangsa.
“Bagaimanapun guru adalah pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa yang harus kita perhatikan, harus kita hormati, dan juga harus kita lindungi. Bahwa ada masalah-masalah atau dinamika-dinamika, kita menghendaki penyelesaian yang terbaik,” tutur Pras.
Keadilan untuk Para Pendidik yang Terzalimi
Rehabilitasi ini disambut hangat oleh masyarakat, terutama kalangan pendidik di Sulawesi Selatan. Banyak yang menilai keputusan Presiden sebagai bentuk keadilan restoratif, yang bukan hanya menghapus stigma negatif terhadap Abdul Muis dan Rasnal, tetapi juga mengembalikan martabat profesi guru di mata publik.
Abdul Muis dan Rasnal, yang turut hadir di Halim Perdanakusuma, tampak haru saat menerima langsung kabar tersebut. Dalam pernyataannya, Abdul Muis menyampaikan rasa terima kasih dan kelegaan mendalam atas perhatian Presiden terhadap nasib para guru daerah.
“Yang di mana selama lima tahun ini kami merasakan diskriminasi, baik dari aparat penegak hukum maupun dari birokrasi atasan kami yang seakan-akan tidak pernah peduli dengan kasus kami yang kami hadapi,” ujar Abdul Muis.
Sementara itu, Rasnal menuturkan bahwa perjuangan mencari keadilan yang ia jalani bukanlah hal mudah. Ia berharap agar kasus serupa tak lagi menimpa pendidik lain di Indonesia.
“Semoga ke depan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap guru-guru yang sedang berjuang di lapangan. Sekarang ini teman-teman guru selalu dihantui bahwa kalau sedikit berbuat salah, selalu ada hukuman-hukuman yang tidak pantas,” ucap Rasnal.
Kronologi: Dituduh Salah Gunakan Dana Rp20 Ribu
Kasus yang menimpa dua guru tersebut bermula ketika mereka membantu sepuluh guru honorer yang belum menerima gaji. Untuk membantu rekan sejawatnya, Abdul Muis dan Rasnal memungut Rp20 ribu dari orang tua siswa sebagai bentuk solidaritas.
Namun, tindakan ini kemudian dipersoalkan secara hukum dan berujung pada vonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).
Akibatnya, keduanya dipecat dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dengan dasar UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN Pasal 52 ayat (3) huruf i serta PP No. 11 Tahun 2017 Pasal 250 huruf b.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, Iqbal Nadjamuddin, sempat menyatakan bahwa pemberhentian dilakukan sesuai aturan, namun tak menjelaskan secara rinci tuduhan korupsi yang disebut sebagai dasar keputusan tersebut.
Baca Juga: 1,4 Juta Guru ASN Akan Dapat Tunjangan, Ditransfer ke Rekening Pribadi
Polemik Pemecatan: PGRI Nilai Tak Adil
Langkah pemecatan dua guru tersebut menuai kritik keras dari kalangan pendidikan.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara, Ismaruddin, menilai bahwa keputusan pemecatan terlalu tergesa-gesa dan tidak mencerminkan semangat pembinaan.
“Mahkamah Agung dalam amar putusannya tidak memerintahkan pemecatan dua guru itu. Seharusnya pemerintah memberikan pembinaan, bukan langsung memberhentikan,” kata Ismaruddin.
Menurut catatan PGRI, Rasnal dipecat berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulsel tertanggal 21 Agustus 2025, sedangkan Abdul Muis diberhentikan pada 4 Oktober 2025.
Padahal, keduanya telah berkontribusi puluhan tahun sebagai pengajar dan dikenal berdedikasi di lingkungan sekolahnya.
Makna Rehabilitasi: Lebih dari Sekadar Pemulihan Nama
Keputusan Presiden Prabowo untuk memberikan rehabilitasi penuh bukan sekadar menghapus status hukum, tetapi juga mengembalikan hak moral dan sosial kedua guru tersebut.
Dalam konteks administrasi pemerintahan, rehabilitasi berarti penghapusan segala dampak hukum, sosial, maupun administratif yang timbul akibat keputusan sebelumnya.
Langkah ini juga menandai pendekatan baru pemerintah dalam menyikapi persoalan hukum yang menimpa tenaga pendidik dan ASN, dengan menempatkan prinsip keadilan dan kemanusiaan di atas sekadar formalitas hukum.
Para pengamat pendidikan memandang keputusan ini sebagai “angin segar” bagi para guru di Indonesia yang kerap menghadapi ketimpangan perlakuan hukum.
Momentum Restorasi Dunia Pendidikan
Kebijakan ini datang di tengah upaya pemerintah memperkuat program reformasi pendidikan nasional yang menitikberatkan pada peningkatan kesejahteraan dan perlindungan tenaga pendidik.
Presiden Prabowo sendiri dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa pendidikan adalah pilar utama pembangunan manusia Indonesia unggul.
Rehabilitasi dua guru Luwu Utara ini menjadi contoh konkret dari nilai kemanusiaan yang hidup dalam kebijakan pemerintahan. Selain memberikan keadilan individu, keputusan ini juga memperbaiki kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan birokrasi pendidikan di Indonesia.
Harapan Baru bagi Guru Indonesia
Keputusan Prabowo juga menjadi pesan moral bagi seluruh tenaga pendidik di Tanah Air, bahwa negara akan selalu hadir untuk melindungi mereka yang bekerja dengan niat baik.
Para guru kini berharap agar kasus Abdul Muis dan Rasnal menjadi pelajaran penting untuk memperkuat sistem perlindungan hukum bagi pendidik.
“Semoga keputusan ini dapat memberikan rasa keadilan bagi kedua guru yang kita hormati, dan juga kepada masyarakat serta lingkungan pendidikan,” tutur Mensesneg Prasetyo Hadi.
Kesimpulan: Rehabilitasi Sebagai Wujud Nyata Keadilan Sosial
Kasus dua guru Luwu Utara ini bukan hanya soal administrasi atau hukum, melainkan ujian moral bagi negara dalam memperlakukan pahlawan tanpa tanda jasa.
Dengan menandatangani surat rehabilitasi secara langsung, Presiden Prabowo Subianto menegaskan arah kepemimpinan yang humanis dan berkeadilan.
Keputusan tersebut sekaligus menjadi tonggak penting bagi dunia pendidikan Indonesia, bahwa setiap guru layak mendapatkan perlindungan, penghargaan, dan keadilan, terutama saat mereka berjuang untuk sesama.
Langkah ini bukan sekadar pemulihan nama dua guru, melainkan pemulihan martabat seluruh tenaga pendidik Indonesia.