Writer: Raodatul - Selasa, 11 November 2025
FYPMedia.id – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 150 Palembang akhirnya dihentikan oleh pihak kepolisian.
Setelah dilakukan penyelidikan mendalam, tidak ditemukan unsur tindak pidana seperti yang sempat dilaporkan oleh orang tua korban.
Kasus ini sempat menyita perhatian publik lantaran foto FT (7), siswi SD tersebut, viral di media sosial dengan kondisi mata merah dan memar.
Banyak yang menduga, anak itu menjadi korban kekerasan di sekolah. Namun, hasil pemeriksaan medis justru mengungkap fakta berbeda.
Awal Mula Laporan
Laporan pertama dibuat oleh Sukrisnawati alias Erna (40), ibu kandung FT, pada Senin, 27 November 2025 ke Polrestabes Palembang.
Ia melapor karena curiga anaknya dianiaya setelah pulang sekolah dalam kondisi mata bengkak dan merah.
“Saya kaget lihat kondisi anak saya seperti itu. Saya takut dia dipukul di sekolah,” ujar Erna saat diwawancara sebelumnya.
Namun, penyelidikan pihak kepolisian menunjukkan bahwa dugaan tersebut tidak terbukti.
Hasil Visum dan Pemeriksaan Medis
Kapolrestabes Palembang Kombes Pol Harryo Sugihhartono mengungkapkan bahwa hasil visum menunjukkan FT tidak mengalami luka akibat kekerasan fisik, melainkan menderita penyakit pertusis atau batuk rejan.
“Dokter menjelaskan bahwa korban mengalami gejala pertusis, yaitu peradangan saluran pernapasan yang juga menyebabkan pembuluh darah kecil di sekitar mata pecah, sehingga tampak memar,” jelas Harryo dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/11/2025).
Ia menegaskan bahwa hasil pemeriksaan medis menjadi bukti kuat dalam pengambilan keputusan untuk menghentikan penyelidikan.
“Kami tidak menemukan unsur pidana dalam kasus ini, sehingga laporan resmi dihentikan,” ujar Kombes Harryo.
Baca Juga: 6 Keajaiban Air Mata saat Mengangis yang Mungkin Belum Kamu Ketahui
Dampak Sosial dan Klarifikasi Polisi
Meski kasus sudah dinyatakan tidak mengandung unsur kriminal, peristiwa ini sempat mencoreng citra SD Negeri 150 Palembang. Sekolah tersebut menjadi sorotan publik akibat beredarnya isu kekerasan terhadap siswa.
Namun, hingga kini pihak sekolah belum mengajukan laporan balik terkait kerugian nama baik.
“Pihak sekolah tidak melapor, dan polisi tetap bersikap netral, tidak berpihak kepada siapa pun,” tambah Harryo.
Ia juga menyoroti cepatnya penyebaran isu di media sosial yang memperkeruh suasana.
“Informasi seperti ini menyebar seperti bola salju. Karena itu kami imbau masyarakat untuk lebih bijak sebelum menyebarkan berita yang belum pasti,” tegasnya.
Pelajaran dari Kasus Ini
Kasus FT menjadi contoh penting bagaimana kesalahpahaman dapat berkembang menjadi tuduhan serius di era media sosial.
Tanpa klarifikasi medis dan fakta hukum, opini publik bisa menimbulkan kerugian moral bagi pihak yang sebenarnya tidak bersalah.
Polisi pun mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terpancing oleh unggahan viral tanpa bukti yang jelas.
Edukasi tentang literasi digital dan etika bermedia sosial menjadi hal yang semakin mendesak di tengah derasnya arus informasi.
Kesimpulan
Kasus dugaan penganiayaan terhadap FT akhirnya resmi dihentikan karena hasil visum menunjukkan penyebab medis, bukan kekerasan fisik. Keputusan ini sekaligus meluruskan kesalahpahaman yang sempat meluas di masyarakat.
Pihak kepolisian berharap, kejadian ini bisa menjadi pengingat bagi masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menilai dan menyebarkan informasi, terutama yang menyangkut anak-anak dan institusi pendidikan.