FYP
Media
Memuat Halaman...
0%
8 Fakta Tren Sarapan Rebus dan Kukus 2025: Lebih Sehat atau Sekadar Gaya?

News

8 Fakta Tren Sarapan Rebus dan Kukus 2025: Lebih Sehat atau Sekadar Gaya?

Writer: Raodatul - Kamis, 13 November 2025

8 Fakta Tren Sarapan Rebus dan Kukus 2025: Lebih Sehat atau Sekadar Gaya?

FYPMedia.id  — Tren gaya hidup sehat semakin kuat di kalangan pekerja perkotaan. Tahun ini, muncul fenomena menarik di berbagai stasiun dan pusat kota: sarapan rebus-rebusan dan kukusan. 

Mulai dari ubi, jagung, pisang kepok, hingga edamame, menu sederhana ini menjadi alternatif populer pengganti gorengan yang selama ini mendominasi meja sarapan masyarakat Indonesia.

Jika dulu nasi uduk, lontong sayur, dan gorengan menjadi pilihan utama para pekerja kantoran sebelum berangkat kerja, kini banyak yang beralih ke makanan rebus atau kukus yang diklaim lebih sehat, ringan, dan menyehatkan sistem pencernaan.

Fenomena ini terlihat di sejumlah stasiun KRL seperti Sudirman, Tanah Abang, hingga Depok Baru. Di sana, booth sederhana menjajakan berbagai makanan yang diolah tanpa minyak, dan justru diserbu pembeli pada jam sibuk pagi hari.

Mengapa Tren Sarapan Rebus dan Kukus Jadi Diminati?

Tren ini muncul bukan tanpa alasan. Banyak masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga energi tetap stabil tanpa mengonsumsi makanan berminyak yang bisa menyebabkan rasa begah dan kantuk di pagi hari.

Menu rebus dan kukus memberi sensasi ringan namun tetap mengenyangkan. Dengan serat tinggi dan rasa manis alami dari bahan-bahan seperti ubi atau pisang kepok, makanan ini memberi energi berkelanjutan tanpa lonjakan gula darah drastis.

“Banyak yang merasa tubuh lebih fokus saat bekerja jika tidak memulai hari dengan makanan berminyak atau berbumbu berat,” ujar seorang penjual kukusan di Stasiun Palmerah yang kini menjajakan 300 porsi kukusan setiap pagi.

Sarapan kukusan juga praktis: bisa disantap sambil berjalan, tanpa risiko tumpah atau meninggalkan aroma minyak di tangan. 

Tak heran, tren ini berkembang pesat terutama di kalangan pekerja muda dan komunitas yang mulai sadar akan pentingnya pola makan sehat.

Baca Juga:  10 Jenis Makanan dan Minuman yang Harus Dihindari untuk Menjaga Imunitas Tubuh

 Kandungan Gizi di Balik Menu Sarapan Kukusan

Untuk kamu yang penasaran, berikut deretan makanan rebus dan kukus yang paling sering dijumpai di booth stasiun, lengkap dengan kandungan gizi dan manfaatnya:

1. Ubi Kuning (100 g = ±100 kkal)

Kaya akan beta-karoten dan serat tinggi, ubi kuning membantu menjaga kenyang lebih lama dan menjaga gula darah tetap stabil. Warna kuning-oranye menunjukkan kandungan antioksidan yang baik untuk kulit dan daya tahan tubuh.

2. Pisang Kepok (100 g = ±120 kkal)

Pisang kepok kukus dikenal mengandung kalium tinggi, penting untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh dan fungsi otot jantung. Rasanya lembut, padat, dan manis alami tanpa tambahan gula.

3. Singkong (100 g = ±153 kkal)

Sebagai sumber karbohidrat kompleks, singkong kukus cocok untuk sarapan hemat dan mengenyangkan. Kandungan seratnya membantu sistem pencernaan tetap lancar.

4. Labu Kuning (100 g = ±122 kkal)

Makanan rendah kalori ini mengandung beta-karoten yang berperan dalam kesehatan mata dan kulit. Rasa manisnya alami tanpa tambahan pemanis.

5. Jagung Manis (100 g = ±154 kkal)

Mengandung vitamin B kompleks dan lutein, jagung membantu produksi energi dan menjaga kesehatan mata. Karbohidratnya memberi tenaga cukup tanpa membuat berat di perut.

6. Kacang Tanah Kukus (100 g = ±220 kkal)

Sumber lemak sehat dan protein nabati, kacang tanah membantu menahan lapar lebih lama. Cocok untuk kamu yang butuh sarapan praktis dan bergizi.

7. Edamame (100 g = ±189 kkal)

Kedelai muda ini kaya protein nabati dan isoflavone, baik untuk keseimbangan hormon dan metabolisme tubuh.

8. Telur (100 g = ±70 kkal)

Menyempurnakan menu kukusan dengan protein hewani berkualitas tinggi yang mudah dicerna tubuh.

Lebih Sehat Dibanding Goreng-gorengan

Bukan rahasia lagi bahwa makanan kukus dan rebus dianggap lebih sehat daripada makanan yang digoreng. 

Proses memasak tanpa minyak mengurangi lemak trans dan kolesterol jahat (LDL) yang menjadi penyebab utama penyakit jantung dan obesitas.

Makanan yang direbus atau dikukus juga lebih mudah dicerna, terutama bagi lambung yang baru aktif di pagi hari. Banyak pembeli mengaku perut terasa lebih nyaman dan tidak cepat lapar setelah sarapan kukusan.

Selain itu, proses kukus membantu mempertahankan vitamin dan mineral yang mudah larut dalam air, seperti vitamin B dan C, yang biasanya hilang saat digoreng atau direbus lama.

Baca Juga: 10 Makanan Kaya Kalsium untuk Tulang Kuat dan Sehat, Tak Hanya Susu

Rebus vs Kukus: Mana yang Lebih Baik?

Dari sisi kesehatan, kedua metode ini sama-sama unggul karena tidak menambah kalori dari minyak. Namun, perbedaannya terletak pada retensi nutrisi.

Metode rebus menggunakan air mendidih, sedangkan kukus memakai uap panas yang tidak bersentuhan langsung dengan bahan makanan.

Beberapa sayuran seperti brokoli, wortel, atau bayam akan kehilangan sebagian besar vitamin C dan kalium jika direbus terlalu lama. Karena itu, mengukus dianggap lebih baik untuk menjaga kandungan nutrisi tetap utuh.

Seperti dijelaskan dalam artikel kesehatan: “Sayuran yang direbus, terlebih jika dengan air mendidih dan dalam waktu yang lama, dapat mengurangi nilai nutrisi sayur. Vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin E, dan kalium dalam sayuran dapat larut pada air yang mendidih.”

Komposisi Menu Sarapan Seimbang

Pakar gizi menyarankan agar menu kukusan tetap bervariasi dan seimbang. Jika terlalu banyak karbohidrat seperti ubi dan singkong tanpa sumber protein, hasilnya bisa energi berlebih tanpa gizi optimal.

Contoh komposisi ideal sarapan kukusan:

  • 1 buah ubi kuning (100 kkal)
  • 1 butir telur (75 kkal)
  • 50 g edamame (94,5 kkal)
  • 1 buah pisang kepok (120 kkal)

Total: 389 kkal, cukup untuk memenuhi kebutuhan energi pagi (sekitar 20% dari total harian 2.200 kkal).

Tren Gaya Hidup Sehat dan Kesadaran Baru di Kalangan Urban

Fenomena sarapan rebus dan kukus ini sejatinya menjadi bagian dari gerakan gaya hidup sehat (clean eating) yang kini mulai menjangkiti banyak kalangan muda. 

Selain lebih mudah disiapkan, makanan rebus juga menandai pergeseran perilaku konsumsi masyarakat perkotaan yang mulai menghargai kualitas hidup, bukan sekadar kenyang.

Tak sedikit komunitas kesehatan dan influencer gizi yang ikut mengampanyekan tren ini. Di media sosial, tagar seperti #SarapanSehat #KukusanPagi #NoFryDay ramai digunakan untuk mempromosikan menu sederhana ini.

Para ahli nutrisi juga mendukung tren ini, asalkan masyarakat tetap memperhatikan keseimbangan gizi.

“Tidak semua rebusan atau kukusan otomatis sehat. Kuncinya pada variasi dan proporsi,” ujar seorang ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi). “Jika komposisinya hanya karbohidrat, ya tetap tidak seimbang.”

Praktis, Terjangkau, dan Tepat Waktu

Salah satu alasan utama tren ini cepat menyebar adalah faktor kepraktisan dan harga terjangkau. Penjual kukusan di stasiun dan pinggir jalan umumnya membuka lapak sejak pukul 05.30 pagi, menargetkan pekerja yang buru-buru berangkat kerja.

Sistem jualnya sederhana, pilih tiga hingga empat item, bayar Rp10-15 ribu, dan bisa langsung dibawa. Dalam hitungan menit, sarapan sehat sudah siap dikonsumsi.

“Cukup ambil tiga sampai empat jenis kukusan, sudah bisa jadi sarapan yang memenuhi kebutuhan gizi di pagi hari,” ujar seorang penjual di Stasiun Tanah Abang.

Kesimpulan: Tren Sehat yang Layak Dipertahankan

Tren sarapan rebus-rebusan dan kukusan 2025 bukan sekadar gaya hidup sementara. Ia adalah refleksi dari meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi, waktu, dan efisiensi hidup di tengah padatnya rutinitas kota besar.

Dengan kombinasi bahan yang tepat, cara memasak yang benar, dan variasi yang seimbang, sarapan kukusan bisa menjadi solusi sederhana namun powerful untuk menjaga energi, fokus, dan kesehatan tubuh sepanjang hari.

Sebagaimana disarankan para ahli: “Setiap proses memasak pada dasarnya dapat mengurangi nilai nutrisi makanan. Akan tetapi, metode rebus dan kukus bisa menjadi pilihan terbaik untuk mengurangi hilangnya nutrisi.”

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait.

Mau Diskusi Project Baru?

Contact Us