Writer: Raodatul - Sabtu, 27 Desember 2025 08:00:00
FYPMedia.id - Planetarium dan Observatorium Jakarta kembali menjadi sorotan publik setelah resmi dibuka kembali usai vakum operasional selama lebih dari satu dekade. Berlokasi di kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Planetarium Jakarta dikenal sebagai salah satu institusi edukasi astronomi tertua dan paling bersejarah di Indonesia.
Kebangkitan Planetarium ini bukan sekadar pembukaan kembali sebuah gedung publik, melainkan simbol hidupnya kembali cita-cita besar pendidikan sains dan astronomi yang telah dirintis sejak era awal kemerdekaan.
Setelah ditutup sejak 2012 untuk keperluan pengembangan dan renovasi, Planetarium Jakarta kini hadir dengan wajah baru, teknologi mutakhir, serta visi sebagai pusat literasi astronomi modern.
Mengutip Antara, Jumat (26/12/2025), Planetarium dan Observatorium Jakarta mulai dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada 1964 atas gagasan Presiden Sukarno.
Kala itu, Bung Karno memiliki visi agar masyarakat Indonesia tidak hanya berpijak pada bumi, tetapi juga memahami luasnya semesta dan posisi manusia di dalamnya.
Gagasan Sukarno dan Awal Pendirian Planetarium
Pendirian Planetarium Jakarta merupakan bagian dari proyek besar pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan nasional.
Presiden Sukarno melihat pentingnya penguasaan sains, termasuk astronomi, sebagai fondasi bangsa yang maju dan berdaulat.
Selain dukungan anggaran dari pemerintah, pendirian Planetarium Jakarta juga mendapat sokongan pendanaan dari Gabungan Koperasi Batik Indonesia.
Proses pembangunan gedung beserta perangkat utama Planetarium rampung pada 1968, menandai keseriusan Indonesia dalam membangun fasilitas edukasi sains bertaraf internasional.
Peresmian Planetarium dan Observatorium Jakarta dilakukan pada 10 November 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
Baca Juga: 7 Museum Terbaik di Asia: Destinasi Edukasi untuk Eksplorasi Sejarah dan Seni
Momentum tersebut bertepatan dengan peresmian Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki, yang sejak awal dirancang sebagai pusat kebudayaan dan intelektual ibu kota.
Tak lama berselang, Planetarium mulai dibuka untuk publik. Pertunjukan astronomi perdana digelar pada 1 Maret 1969 dengan menggunakan proyektor Universal produksi Carl Zeiss dari Jerman, sebuah teknologi mutakhir pada masanya. Tanggal tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Planetarium Jakarta.
Sejak saat itu, Planetarium Jakarta menjadi rujukan utama edukasi astronomi, tempat ribuan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum mengenal tata surya, galaksi, serta berbagai fenomena alam semesta.
Masa Keemasan hingga Vakum Operasional
Dalam perjalanan sejarahnya, Planetarium Jakarta mengalami masa kejayaan sebagai pusat pembelajaran sains yang ikonik. Selama puluhan tahun, institusi ini menjadi ruang pertemuan antara ilmu pengetahuan, imajinasi, dan rasa ingin tahu generasi muda Indonesia.
Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan infrastruktur dan perkembangan teknologi membuat fasilitas Planetarium membutuhkan pembaruan besar. Pada 2012, Planetarium Jakarta akhirnya menghentikan operasionalnya.
Penutupan tersebut bukan tanpa tujuan, melainkan bagian dari rencana pengembangan jangka panjang agar Planetarium dapat kembali relevan dengan kebutuhan zaman.
Vakumnya Planetarium selama lebih dari 13 tahun sempat memunculkan kekhawatiran publik. Banyak pihak mempertanyakan nasib salah satu ikon edukasi sains Jakarta tersebut. Meski demikian, rencana revitalisasi terus bergulir di balik layar.
Revitalisasi Besar-besaran Kawasan TIM
Sejak 2019, Planetarium Jakarta masuk dalam program renovasi dan revitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki yang dicanangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Revitalisasi ini tidak hanya menyentuh aspek fisik bangunan, tetapi juga konsep fungsi dan peran Planetarium di masa depan.
Melalui proses pembaruan ini, Planetarium diarahkan untuk bertransformasi menjadi observatorium luar angkasa yang lebih modern, interaktif, dan inklusif.
Seluruh fasilitas diperbarui secara menyeluruh, termasuk ruang teater Planetarium yang menjadi daya tarik utama.
Teknologi proyeksi terbaru, sistem audio visual canggih, serta desain ruang yang lebih ergonomis dihadirkan untuk meningkatkan kualitas pengalaman pengunjung. Kursi-kursi lama diganti dengan model yang lebih nyaman, memungkinkan pengunjung menikmati pertunjukan astronomi dalam durasi panjang tanpa kelelahan.
Transformasi ini diharapkan mampu menjadikan Planetarium Jakarta sebagai pusat edukasi astronomi berbasis teknologi, sekaligus destinasi wisata edukatif unggulan di ibu kota.
Baca Juga: Menelusuri Budaya Nias di Museum Pusaka Nias
Dibuka Kembali, Akses Gratis untuk Pelajar
Setelah penantian panjang, Planetarium dan Observatorium Jakarta resmi dibuka kembali untuk publik pada Selasa, 23 Desember 2025. Peresmian ini disambut antusias oleh masyarakat, terutama kalangan pelajar dan pemerhati sains.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menegaskan bahwa pembukaan kembali Planetarium merupakan bagian dari komitmen pemerintah daerah dalam memperkuat literasi sains dan pendidikan publik.
“Setelah lebih dari 13 tahun, sejak tahun 2012, Planetarium yang digagas oleh Bang Ali Sadikin, alhamdulillah hari ini bisa dihidupkan kembali,” ujar Pramono saat berkunjung ke lokasi.
Sebagai bentuk dukungan terhadap pendidikan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan akses gratis selama tiga bulan khusus bagi pelajar. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong minat generasi muda terhadap ilmu pengetahuan, khususnya astronomi dan sains antariksa.
Planetarium sebagai Ruang Literasi Sains Modern
Kembalinya Planetarium Jakarta tidak hanya membawa nostalgia, tetapi juga membuka babak baru dalam edukasi astronomi Indonesia.
Di era digital yang dipenuhi informasi instan, Planetarium hadir sebagai ruang pembelajaran berbasis pengalaman langsung.
Melalui pertunjukan visual, simulasi pergerakan benda langit, serta program edukasi interaktif, Planetarium Jakarta berpotensi menjadi jembatan antara sains dan masyarakat luas.
Keberadaannya penting untuk menumbuhkan pola pikir ilmiah, rasa ingin tahu, serta pemahaman kritis terhadap alam semesta.
Lebih dari sekadar tempat wisata, Planetarium berfungsi sebagai sarana pembelajaran lintas generasi. Anak-anak, remaja, hingga orang dewasa dapat memperoleh pengetahuan astronomi secara menyenangkan dan mudah dipahami.
Ikon Edukasi yang Relevan di Masa Depan
Dengan wajah baru dan dukungan teknologi mutakhir, Planetarium dan Observatorium Jakarta diharapkan mampu kembali memainkan peran strategis sebagai pusat edukasi astronomi nasional.
Ke depannya, Planetarium tidak hanya menjadi tempat pertunjukan, tetapi juga pusat riset populer, diskusi ilmiah, dan kolaborasi pendidikan.
Revitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki yang terintegrasi menjadikan Planetarium bagian dari ekosistem kebudayaan dan intelektual Jakarta. Kehadirannya melengkapi fungsi TIM sebagai ruang pertemuan seni, sains, dan pemikiran kritis.
Bangkitnya Planetarium Jakarta menjadi bukti bahwa warisan sains dan pendidikan tidak pernah benar-benar mati.
Dengan dukungan kebijakan, teknologi, dan partisipasi publik, Planetarium kembali berdiri sebagai simbol harapan, pengetahuan, dan masa depan pendidikan astronomi Indonesia.